Sebelumnya
saya ucapkan terimakasih kepada para pembaca yang budiman, telah berkunjung
kembali dalam blog kecil ini. Ini hanya tulisan sederhana yang memiliki banyak kekurangan namun dapat mewakili suara beribu-ribu jiwa di seluruh nusantara. Baiklah langsung saja kita lanjutkan tulisan yang
kemarin, masih tentang guru honor yang diperlakukan seperti apa yang telah saya
ceritakan pada postingan sebelumnya. Bagi yang belum membacanya silahkan klik disini..!!
Guru
honorer sama dengan prajurit pada masa penjajahan. Kenapa saya memberi judul
postingan ini seperti itu karena saya beranggapan guru honor tidak ada bedanya
dengan prajurit kita pada masa penjajahan yang harus bertarung, berjuang,
berperang, mengorbankan keluarga demi perubahan demi bangsa yang maju, aman,
damai, tentram dan sejahtera. Sekarang kita review
kembali pada masa itu dikala seorang rakyat sipil harus berperang melawan
penjajah sambil mencari nafkah untuk menghidupi dirinya dan keluarganya. Coba
anda jawab berapa waktu yang dibutuhkan dengan cara itu..?? Spanyol, Portugis,
Belanda, Jepang..? yah, Indonesia baru bisa merdeka setelah ratusan tahun itupun
setelah Hirosima dan Nagasaki hancur oleh nuklir Amerika dan Sukarno, Bung Hatta
dan yang lainnya segera membentuk prajurit husus bersenjata lengkap untuk
menghalau Belanda yang berencana mengambil alih kembali kekuasaan.
Para
menteri, para pejabat dan para cendikiawan-cendikiawan Indonesia berpikir keras
bagaimana cara mengoptimalkan pendidikan kita agar perubahan (kemajuan dan
kesejahteraan bangsa) segera tercapai. Berbagai cara telah dilakukan, berbagai
metode telah dikembangkan sedangkan prajurit pemberantas kebodohannya sendiri
tidak bisa fokus berperang dikarenakan harus mencari isi perutnya dan
keluarganya.
Coba
kita berfikir, bukankah hal ini sama dengan saat penjajahan dulu. Coba kita
bayangkan misalnya para mesin tempur kita (prajurit TNI) yang terlatih, memiliki
strategi perang, gagah, perkasa, sedang bertempur di medan perang mnghadang dan
menghempas gempuran AK 47, M16, granat, rudal, roket, senjata biologis, tenk,
shukoi, F 16 dan lain lain harus
sambil mencari uang untuk menghidupi keluarganya di rumah. Bagaimana bisa
menang dalam perang itu. Sama halnya dengan guru. Telah dilatih, diberikan
strategi pembelajaran dan dibekali berbagai ilmu pengetahuan yang mereka tempuh
pada masa kuliah sekarang sedang bertempur melawan kebodohan dengan hantaman
perkembangan zaman, dengan faktor penghambat pendidikan baik internal ataupun
eksternal dan lain-lain harus dilakukan sambil mencari isi perut. Strategi
pembelajaran komplikasi dengan strategi mencari uang. Bagaimana mungkin
hasilnya juga dapat memuaskan, bagaimana mungkin perubahan bangsa dapat
dicapai. JIka saja dapat tercapai ya kira-kira membutuhkan waktu ratusan tahun
pula. Seperti merdekanya Indonesia. Apa kita mau seperti itu..?? Apa kita mau
lebih jauh tertinggal..?? Tentu saja tidak..
Berdasarkan
salah satu sumber yang saya baca, Tugas mereka dengan guru PNS itu sama bahkan banyak guru honor yang memiliki kualifikasi
yang lebih dari guru PNS. Tapi mengapa hak mereka dibedakan. Mengapa harus ada
tembok tebal tinggi menjulang antara honorer dan PNS. Seharusnya honor yang
mereka terima itu sama. Mengapa di Sekolah Dasar honor mereka tidak dihitung
berdasarkan jumlah jam mengajar..???? apa, kenapa….???
Padahal
PNS malah sering meminta bantuan kepada honorer. Tugas berat dikerjakan honorer
tetapi kadang-kadang menyepelekan honorer. Tidak sedikit PNS yang bekerja
hanya datang, duduk, absen, ceramah, memberi tugas, member catatan, pulang.
Sementara tugas yang bersangkutan dengan penyelenggaraan pendidikan lainnya ia
serahkan kepada para honorer. Tolong berikan keadilan, mereka juga manusia,
butuh makan, butuh minum, memiliki kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Sama,
kenapa harus banyak kata sabar..??? Perut mereka beserta perut istri dan
anaknya TIDAK BISA BERSABAR. Para
pejabat bukalah mata anda. Masa iya prajurit bangsa dibayar 200 ribu perak
perbulan. Ini bisa dikatakan pelecehan terhadap pendidikan. Lebih parah lagi akan timbul polemik di masyarakat yanga mengatakan bahwa orang yang berpendidikan itu ternyata tidak dihargai.
Kalau
memang ingin mencapai tujuan nasional, jalankanlah..! mereka manusia bukan
robot, jika mereka robotpun mereka perlu dana untuk perawatan. memangnya seperti
dulu honorer itu usia 18an, lulusan SMA/SPG/SGO, usia 21-22 sudah diangkat PNS.
Sekarang rata-rata 23-30 tahun lulusan S1, sudah tidak bisa minta pada orang
tua, sudah berkeluarga, darimana lagi mereka mendapat penghasilan karena mereka
telah mengabdikan diri pada Negara. Mereka sangat mencintai Negara ini, mereka
rela mati demi bangsa, tolong cintai juga mereka, jangan bunuh mereka secara
perlahan..!
Para PNS, Para Kepala
sekolah, para pengawas, para Kapusbindik, para pejabat daerah, para DPR, para
mentri dan para pejabat tinggi Negara lainnya bicaralah, perjuangkanlah.
Bukankah anda semua memerlukan mereka. Bayangkan jika sekolah tempat anda
bekerja tidak terdapat guru honorer, betapa sibuknya anda mengelola kelas betapa
sibuknya anda mengelola sekolah, akankah sekolah akan berjalan efektif.? Memang,
lapangan pekerjaan di Negeri ini sulit, ingin bekerja sebagai PNS saja
mekanismenya begitu rumit, tapi tolong Jangan memanfaatkan situasi itu.
Terimakasih
kami sampaikan kepada Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Pusat, Bapak H. Sulistiyo, M.Pd
beserta jajarannya yang telah mendesak DPR untuk mengeluarkan kebijakan tentang
standarisasi upah minimum untuk guru honorer. Jika saya boleh menambahkan NUPTK
jangan dijadikan faktor utama untuk mendapatkan hak itu, karena ternyata
mekanisme pengajuan NUPTK pun entah mengapa menjadi sulit dan prosesnya lama
setelah adanya sertifikasi guru. Masa tidak boleh ada pengajar lagi, kan sudah
jelas disebutkan bahwa Negara kita kekurangan guru dan itu memang betul. Di
daerah saya saja yang bukan daerah terpencil rata-rata pengajar tetap di satu
sekolah hanya sebagian dari jumlah yang seharusnya. Kekurangan itu diisi oleh
honorer. Kalau memang sudah jelas tempat tugasnya dan di sekolah tersebut
memang dibutuhkan kenapa pengajuan NUPTK harus sulit.? Perlu saya sampaikan
juga dari database yang ada di kemdikbud
yang saya lihat melaui web NUPTK browser, banyak nama-nama PTK yang tidak
sesuai dengan tempat mereka bekerja.
Jika semua perjuangan yang
dilakukan untuk mengangkat penderitaan guru honor dapat terwujud, sungguh anda
telah melakukan hal yang seharusnya dilakukan. Kami tidak mampu membayangkan betapa
besarnya amal yang telah dilakukan oleh anda karena anda telah memperjuangkan
ratusan ribu anak, ratusan ribu istri, ratusan ribu suami, ratusan ribu anak
yatim, ratusan ribu orang miskin yang seharusnya tidak miskin.
Kami yakin semua yang menyebarkan ketidakadilan ini pada publik apalagi yang
memperjuangkan haL ini hidupnya akan sangaaaaat berkah dan merasakan kebahagiaan
yang luar biasa daLam hidupnya serta mendapat tempat yang istimewa di sisi
Tuhan Yang Maha Esa keLak.. S U R G A . . . Beramal bukan hanya dengan menyodorkan
materi. LihatLah betapa luar biasanya pahala yang didapat jika anda berhasiL
memperjuangkannya. dan sebaliknya orang yang menampik kenyataan ini serta yang mempersulit/mempersempit jalan bayangkan sendiri dosa yang telah anda lakukan
Sekian dan terimakasih.
Sekian dan terimakasih.
Artikel terkait